KERAWANG GAYO JATI DIRI "URANG GAYO"
Kerawang
Gayo merupakan salah satu wujud seni sulaman tradisional. Dahulu kerajinan
sulaman tersebut dikerjakan oleh pengrajin secara amatiran, dan pada umumnya
berkembang di lingkungan keluarga-keluarga tertentu saja. Biasanya keterampilan
menjahit kerawang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi
berikutnya (Fadhillah, 1991:1). Senada dengan yang dikemukakan Djapri Basri (1982:15) menjelaskan
tentang organisasi dan pemerintahan kampung (desa).
Dimana dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Gayo terdapat perbedaan prilaku
antara golongan, keempat golongan itu antara lain reje, petue, imem dan rakyat. Ketiga golongan ini sangat berpengaruh dalam masyarakat dengan status sosial
dan penghargaan rakyat yang tinggi. Kemudian dari ketiga golongan ini dalam
penggunaan pakaian yang mana dalam upacara adat tertentu warna pakaian
menentukan kedudukan sosial, seperti reje
yang berpakaian warna kuning.
Sebutan kerawang Gayo merupakan
sebutan untuk jenis sulaman yang terdapat pada kain kerawang sendiri, sedangkan yang terdapat
pada rumah adat disebut ukiren, pada tikar biasa dibuat pada benda-benda yang disebut belintem, sentong, dan tape. Pada dasarnya ketiga benda ini
memiliki makna yang sama dari motif-motifnya,
hanya saja penempatan dan penggunaannya yang membedakan.
Kerawang Gayo merupakan
hasil kreasi masyarakat Gayo yang dipakai dalam acara adat-istiadat Gayo,
seperti acara perkawinan, khitan, turun kesawah, hari-hari besar keagamaan dan
lain-lain. Jenis ukiren terdapat pada rumah tradisional Gayo, dimana ukiran ini bisa dilihat pada
bagian-bagian rumah adat atau rumah tradisional Gayo. Motif-motif pada rumah
adat tersebut dibuat dengan teknik pahat, teknik pahat sendiri termasuk
dalam katagori karya seni kriya pada
kayu. Semua motif yang terdapat pada ukiran rumah adat tersebut mengandung
unsur Islam, berbeda dengan ukiran yang tidak mengandung unsur Islam seperti
yang terdapat pada rumah adat suku Simalungun yang memiliki ukiran motif manusia
dan hewan, ini berfungsi sebagai pelindung atau menjatuhkan hukuman kepada
orang yang bersalah secara gaib, pada bagian tiang-tiang dipahat berupa
simbol-simbol pertanggalan (Agus Budi Wibowo, 2011: 12). Sedangkan pada ukiran maupun motif pada kain kerawang dilarang menggunakan motif manusia dan hewan, hal ini disebabkan larangan berdasarkan ajaran Islam dimana motif tersebut dianggap memiliki unsur syirik.
Benda lainya yaitu blintem, sentong, dan tape yang merupakan hasil kreasi
masyarakat yang sudah ada sejak masyarakat Gayo bemukim Gayo, belintem atau tikar
merupakan barang anyaman yang dibuat dari tumbuhan air yang disebut kertan (sebutan untuk orang Gayo), motif pada blintem sendiri sama dengan motif kerawang Gayo hanya saja
bentuknya dibuat pertikal dan horizontal. Selain blintem masih ada benda anyaman lainnya, minsalnya sering disebut tape dan sentong semua ini
merupakan benda-benda untuk upacara adat. Rida Safuan Selfian (2011:25) mengemukakan, salah satu kerajinan tradisional suku Gayo adalah kerajinan
menganyam tikar hias dan kantong hias untuk keperluan adat seperti perkawinan,
kelahiran dan khitan. Bahan baku yang berasal dari tumbuhan rumput air yaitu cike, benyet dan kertan (dalam bahasa Gayo). kerajinan ini sampai saat ini masih
dilakukan oleh masyarakat Gayo terutama kaum ibu-ibu di pedesaan untuk mengisi
waktu luang sehabis pulang dari sawah atau berkebun.
Dari bentuk motif-motif kerawang Gayo dapat digolongkan sebagai jahitan yang mirip dengan renda, sebab
dikerjakan langsung diatas bahan yang masih polos, tanpa terlebih dahulu harus
digambarkan dengan ragam hias. Lukisan yang biasanya berbentuk simetris,
terlebih dahulu dilukis dengan menggunakan kapur, ditempelkan pada permukaan
kain (nlukis ) sebagai patron lalu
mengikuti garis-garisnya (Hatta Hasan Aman Asnah, 1996:267). Cara lain pembuatan
kerawang Gayo bisa dengan menggunakan cara sulam yaitu dengan menggunakan jarum
kail dengan menggunakan teknik tabour,
yaitu jarum menembus bahan kain yang terentang kencang dalam bingkai kayu bulat
dan mengangkat benang yang ada di bawahnya. Cara lain benang dijahit rantai
terlebih dahulu, baru kemudian ditindih atau diikat pada permukaan kain. Besar
kemungkinan sulaman dengan teknik tabour
diperaktekkan oleh kaum pria pada awal abad ke-20. Usai menjalankan tugas-tugas
di luar rumah, kaum pria yang telah berkeluarga berkumpul di Mersah (Meunasah), yaitu tempat
pertemuan laki-laki untuk menyulam atau menjahit (Barbara Leigh, 1988:134).
Note: SKRIPSI "PERKEMBANGAN KERAWANG GAYO DI ACEH TENGAH PRIODE 1904-2012"
Oleh : SUFANDI ISWANTO
Dovo's 'Titanium' Tribute - Titsanium - Titsanium Arts
BalasHapus“Titanium' Tribute” is one of titanium jewelry piercing the most popular albums from this rock band, which went nano titanium ionic straightening iron on to properties of titanium become a ford focus titanium hatchback major force in the rock band for more than titanium eyeglasses twenty